8 Fakta Alquran & Masjid Tertua Kedua di Bali, Jadi Saksi Persaudaraan

Denpasar, IDN Times - Kampung Bugis di Kelurahan Serangan, Denpasar merupakan satu dari sekian bukti sejarah masuknya peradaban Islam di Pulau Bali. Beberapa situs peninggalan para tokoh penyebaran Islam di Bali hingga saat ini masih terawat dan diabadikan di Kampung Bugis. Satu di antaranya Alquran kuno.
Berikut ini fakta Alqur'an dan masjid tertua kedua di Bali, kisah kebudayaan Islam serta situs-situs peninggalan para tokoh agama sebagai bukti masuknya peradaban Islam di kelurahan Serangan:
1. Alquran kuno di Pulau Serangan ditulis tangan, dan sampulnya terbuat dari kulit unta

Alquran ini jadi situs peninggalan bersejarah masuknya peradaban Islam di Kampung Bugis, Serangan. Cover atau sampulnya saja terbuat dari kulit Unta. Alquran ini memiliki panjang 40 centimeter dan lebar 20 centimeter, yang isinya ditulis tangan di atas kertas yang berserat.
Konon, para tokoh-tokoh Islam Bugis dari Ujung Pandang yang kini berubah nama menjadi Makassar, Ibu Kotanya Sulawesi Selatan ini, yang membawa masuk Alquran tua tersebut ke Pulau Serangan. Mereka kabur dari Sulawesi pada zaman penjajahan kolonial belanda (VOC) abad ke-17.
Berdasarkan kisah yang diceritakan oleh cucu para tokoh Islam Bugis, Muhammad Syukur (40), Alquran tersebut merupakan warisan dari Datoknya bernama Marzuki (Almarhum). Datok Marzuki termasuk keturunan yang ke sekian mendapatkan warisan Alquran dari Arab Saudi itu.
"Saya keturunan kelima. Bapak saya dapat warisan dari Datok (Kakek). Kakek saya punya kakek yang melakukan penyebaran pertama kali. Alquran ini dibawa dari Sulawesi, berasal dari Arab Saudi, diperkirakan ditulis di Kota Mekkah. Kita semua dari Sulawesi. Dulu kakek-kakek kita yang membawa Alquran ini ke sini. Datok Marzuki itu dapat warisan dari datoknya," kata Syukur ketika ditemui di kediamannya, Kampung Bugis, Serangan, Denpasar, Sabtu (18/5) lalu.
2. Dulu Alquran ini masih dipakai tadarus di malam bulan suci Ramadan

Dulu Alquran ini sering dipakai tadarus ketika memasuki bulan suci Ramadan. Karena pada zaman itu, kata Syukur, orang-orang masih susah mendapatkan Alquran untuk mengkhatamkan 30 juz Alquran.
Dalam perkembangannya, Alquran ini tidak lagi digunakan untuk tadarus. Selain karena kondisinya semakin lapuk, juga karena ada sumbangan Alquran ke masjid dari Pemerintah Bali.
"Berhenti pakai untuk tadarus itu tepatnya saya kurang tahu persis. Tapi yang jelas setelah pemukiman sudah mulai bagus dengan kondisi masjid pun sudah mulai bagus, juga karena adanya campur tangan pemerintah karena banyaknya sumbangan Alquran yang datang. Sehingga kita tidak pakai Alquran ini lagi. Takutnya rusak karena dibawa ke mana-mana, jadi disimpan sama datok saya biar terawat," imbuhnya.
3. Alquran kuno diarak keliling kampung setiap tahunnya melalui tradisi bernama megelicikan

Meski tiap lembarannya sudah lepas dan tidak rapi, namun Alquran itu tetap dibiarkan begitu saja. Alquran ini dibungkus dengan kain putih dan disimpan di dalam boks kaca Rumah Muhammad Syukur, lingkungan Masjid As Syuhada Kampung Bugis, Serangan, Denpasar. Setiap tahun, warga kampung Bugis di Serangan juga melakukan tradisi pengarakan Alquran tersebut keliling kampung.
Kenapa masyarakat Bugis harus mengaraknya? Dari ceritanya, kala itu warga di kampung Islam Bugis kena musibah diserang penyakit. Mereka masih memercayai Alquran itu bisa menyembuhkan penyakit, dan entah kebetulan wabah penyakit itu hilang. Akhirnya saat itu diputuskan agar Alquran diarak keliling kampung.
Hingga saat ini, tradisi mengarak Alquran mengelilingi kampung Bugis masih dilestarikan. Tradisi ini mereka namakan megelicikan Alquran.
"Kita dulu itu pernah jaya karena Alquran dan datok-datok kita itu kuat dengan ibadahnya. Alquran ini sekarang isinya sudah banyak yang terlepas dan tercecer, mungkin saking banyak orang pegang jadinya terlepas. Baru-baru ini, sebelum Ramadan ada dari Dinas Kebudayaan, mereka menyusun kembali tapi banyak yang lepas dan hilang. Kalau kertas isinya ini berserat, ada yang bilang pelepah pisang, ada yang bilang dari jati, saya kurang tahu persis," ujarnya.
4. Alquran kuno ini pernah diminta untuk dimuseumkan, dan ingin dibeli

Alquran tua berkulit unta ini sering kali dipamerkan di Jakarta saat event pameran penelitian. Bahkan pernah diminta untuk dimuseumkan di Jakarta, sampai ada tawaran ingin membelinya.
"Ada tawaran mau disimpan di museum di Jakarta, tapi datok saya gak mau disimpan di museum. Sempat dibawa ke Jakarta sampai tiga kali dipamerkan di Jakarta. Pernah juga yang saya dengar itu ada penawaran mau dibeli tapi saya kurang tahu persis itu," imbuhnya.
5. Rumah panggung khas Bugis masih berdiri kokoh di perkampungan ini

Selain Alquran kuno, situs peninggalan lain di kampung yang memiliki 100 lebih kepala keluarga (KK) ini yaitu rumah panggung khas Bugis.
Kalau zaman dulu, semua warga kampung Bugis Serangan masih memiliki rumah panggung bercorak khas Bugis. Tapi rumah panggung tersebut tersisa satu saja yang masih berdiri kokoh di depan Masjid As Syuhada.
"Dulu di sini semua rumah panggung, sekarang tinggal satu, pemiliknya Haji Anwar. Beliau salah satu keturunan dari lima kelompok yang menyebarkan Islam ke sini," ungkapnya.
6. Ada makam Syeikh Haji Mu'min di kampung ini. Ia adalah satu dari lima kelompok Bugis yang pertama kali menyebarkan Islam di Serangan

Makam atau kuburan tua Syeikh Haji Mu'min juga termasuk bukti sejarah masuknya peradaban Islam di Bali. Tanggal wafat yang dibubuhkan di kuburan tua ini ditulis memakai huruf Arab.
Syeikh Haji Mu'min merupakan tokoh Islam Bugis dari lima kelompok asal Sulawesi yang pertama kali menyebarkan Islam di kampung Bugis Serangan.
"Menurut Datok saya itu ada tuan Guru (Syeikh Haji Mu'min), kita sebut Datok mertua yang menyebarkan Islam bersama lima kelompok. Ada kuburannya di sana. Di kuburan itu tanggal meninggalnya itu juga ditulis pakai bahasa Arab," tutur Syukur.
7. Masjid As Syuhada di Serangan jadi bukti adanya persaudaraan antara Islam dan Hindu di Bali

Masjid As Syuhada ini termasuk peninggalan kampung Bugis di Serangan, dan sudah mengalami renovasi. Masjid ini juga jadi bukti sejarah adanya kedekatan persaudaraan antara umat Hindu dengan umat muslim di Serangan.
Masjid ini merupakan masjid tertua kedua di Pulau Bali yang dibangun pada masa kejayaan Majapahit. Masjid ini adalah pemberian Raja Puri Pemecutan, Badung, yang berkuasa kala itu agar orang-orang Bugis memiliki tempat beribadah.
Alkisah sekitar abad ke-17, lima kelompok yang dipimpin oleh Syeikh Haji Mukmin berlayar dari Sulawesi menggunakan kapal tua (Perahu pinisi). Mereka kabur dari daerah asalnya karena menolak aturan dalam Perjanjian Bongaya yang melarang warga lokal memiliki kapal-kapal besar. Perjanjian itu ditandatangani oleh Sultan Hasanuddin dari Gowa, Sulawesi dan Laksamana Cornelis Speelman, perwakilan dari Belanda. Praktik monopoli Verenigde Ost Indische Compagnie (VOC), organisasi dagang milik kerajaan Belanda inilah yang membuat orang-orang Bugis memilih keluar dari daerahnya.
Syeikh Haji Mukmin bersama empat orang lainnya itu kemudian berlabuh di dermaga Pulau Serangan yang terletak di selatan pulau Bali ini. Sayangnya, pelabuhan itu sekarang sudah tidak ada lagi.
Singkat cerita, para tokoh Islam Bugis dari Sulawesi tersebut disambut baik oleh pihak kerajaan Puri Pemecutan, Badung. Mereka diizinkan menetap di kawasan hutan bakau dan mendirikan sebuah masjid (Masjid As Syuhada) karena orang-orang Bugis pernah membantu Raja Pemecutan berperang dalam konflik melawan Kerajaan Mengwi.
"Kakek-kakek kita itu dulu adalah pelayar dari Sulawesi. Baik berdagang rempah-rempah maupun nelayan. Di sebelah utara Serangan itu dulu ada dermaga. Peradaban Islam ini pun berkembang, sehingga kita dekat dengan umat Hindu di Bali. Sampai-sampai kita dekat dengan Raja dari Badung, dan memberi kita bangun masjid," ujarnya mengisahkan.
8. Berharap kampung Bugis dikembangkan jadi wisata religi

Melihat banyaknya situs peninggalan bersejarah peradaban Islam ini, Syukur berharap kampung Bugis di Serangan bisa dikembangkan jadi wisata religi. Sebab dari dulu sampai sekarang banyak orang yang berziarah ke kampung ini untuk melihat Alquran tua dan situs-situs sejarah peradaban Islam di kampung Bugis. Apalagi di kampung Bugis Serangan ini ada nilai-nilai budayanya.
"Dari dulu banyak yang berziarah ke sini. Rencananya kita mau bikin rumah tua ini jadi wisata religi, di dalamnya kita simpan Alquran tua ini juga. Jadi ada situs-situs tua bersejarah ini banyak wisatawan bisa mengunjungi dan mengetahui peradaban Islam dan lainnya. Selain Alquran juga ada rumah panggung tua, ada kuburan tua dan ada Masjid As Syuhada," ujarnya.










