Wayan Koster Temui DPR RI, Serahkan RUU Provinsi Bali

Denpasar, IDN Times - Gubernur Bali, I Wayan Koster, beserta sejumlah pimpinan lembaga melakukan audensi ke Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang membidangi Pemerintahan Daerah, pada Selasa (26/11). Rombongan Gubernur Bali tersebut diterima oleh Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI, dengan maksud menyampaikan aspirasi masyarakat Bali mengenai RUU (Rancangan Undang-undang) Provinsi Bali.
Dari keterangan Koster, sejak tahun 2005 komponen masyarakat Bali menginginkan agar Provinsi Bali dipayungi oleh Undang-undang yang bisa dipakai untuk memperkuat keberadaan Bali dengan kekayaan dan keunikan adat istiadat, tradisi, seni, budaya, dan kearifan lokal yang telah terbukti menjadi daya tarik masyarakat dunia.
“Usulan Draft RUU Provinsi Bali dan Naskah Akademik ini sudah kami siapkan selama satu tahun,” ucapnya dalam keterangan tertulis.
Untuk diketahui, saat ini Provinsi Bali dibentuk oleh Undang-undang Nomor 64 Tahun 1958 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, yang masih berdasarkan pada Undang-undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950) dan dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
Materi dalam UU tersebut dinilai kurang sesuai lagi dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta kurang mampu mengakomodasi kebutuhan perkembangan zaman dalam pembangunan daerah Bali.
Berikut beberapa pertimbangan RUU Provinsi Bali tersebut:
1.Keharmonisan hubungan berlandaskan filosofi Tri Hita Karana

Keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, antarsesama manusia, dan antara manusia dengan alam lingkungannya berlandaskan filosofi Tri Hita Karana yang bersumber dari nilai-nilai kearifan lokal Bali.
Selain itu pembangunan Bali harus diselenggarakan secara terpola, menyeluruh, terencana, terarah, dan terintegrasi dalam satu kesatuan wilayah untuk mewujudkan kehidupan masyarakat Bali yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.
“Masyarakat Bali memiliki adat istiadat, tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal yang adiluhung sebagai jati diri yang mengakar dalam kehidupan masyarakat serta menjadi bagian kekayaan kebudayaan nasional sesuai sesanti Bhinneka Tunggal Ika,” jelasnya.
2.Pemberian otonomi kepada daerah Bali harus memerhatikan potensi daerah dalam bidang pariwisata

Pemberian otonomi yang seluas-luasnya harus memerhatikan potensi daerah dalam bidang pariwisata dengan keindahan alam, kekayaan budaya, kearifan lokal, kondisi geografis dan demografis. Serta tantangan yang dihadapi dalam dinamika masyarakat dalam tataran lokal, nasional, dan internasional, untuk mempercepat tercapainya kesejahteraan masyarakat Bali dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), berdasarkan nilai-nilai Pancasila 1 Juni 1945.
3.Kesejahteraan masyarakat Bali secara adil dan merata selama ini sulit terwujud

Pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah Provinsi Bali selama ini belum sepenuhnya menjamin pelestarian adat istiadat, tradisi, seni dan budaya. Kearifan lokal sebagai jati diri masyarakat Bali dan belum mampu mencegah dampak negatif terhadap lingkungan sebagai akibat pemanfaatan ruang yang tidak terkendali. Selain itu adanya ketimpangan perekonomian antarwilayah di Provinsi Bali dan ketidakseimbangan pembangunan antarsektor. Sehingga menyulitkan terwujudnya kesejahteraan masyarakat Bali secara adil dan merata.
“Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, tidak sesuai dengan perkembangan ketatanegaraan dan perkembangan politik, ekonomi, sosial-budaya, potensi daerah, serta kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi, dalam rangka menciptakan otonomi daerah yang berdaya saing, sehingga perlu disesuaikan,” tegas Koster.

Ia berharap aspirasi Rancangan Undang-undang Tentang Provinsi Bali, beserta Naskah Akademik agar dijadikan sebagai bahan kajian dan pertimbangan Komisi II DPR RI.
“Kami memohon agar Rancangan Undang-undang Tentang Provinsi Bali dapat dimasukkan dalam Daftar Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2020 melalui inisiatif Komisi II DPR RI,” ucap Koster.