IDN Times/Fadli Syahputra
Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Nelson Simamora, menjelaskan penangkapan terhadap delapan mahasiswa Papua di Jakarta diduga tanpa izin dan terdapat ancaman. Mereka yang ditangkap dilarang mengambil gambar, sementara polisi boleh melakukan dan diduga sempat melakukan pemukulan.
"Penangkapan dilakukan tanpa surat izin penangkapan dari polisi. Aparat gabungan juga mengancam tidak boleh ambil video atau gambar, sementara mereka boleh mengambil gambar ataupun video dan aparat gabungan sempat memukul salah satu perempuan saat meronta," kata dia melalui keterangan tertulis, Senin (2/9).
Upaya penyisiran mahasiswa Papua di Jakarta, menurut Nelson, sebagai bentuk penargetan orang-orang Papua dan bisa membahayakan demokrasi. Hal ini dapat mengarah pada diskriminasi etnis.
Koalisi Masyarakat untuk Demokrasi menyebutkan ada delapan mahasiswa Papua yang ditangkap di Jakarta. Satu di antaranya Juru Bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP), Surya Anta. Mereka kini ditahan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Penangkapan dilakukan empat kali berturut-turut mulai dari Jumat (30/8) hingga Sabtu (31/8). Penangkapan pertama kali dilakukan di sebuah asrama di Depok, Jawa Barat, dua mahasiswa ditangkap, dan aparat diduga melakukan pendobrakan serta menodongkan senjata api pada mereka.
Penangkapan kedua terjadi saat aksi solidaritas untuk Papua di depan Polda Metro Jaya Sabtu sore (31/8). Ketiga, dilakukan aparat gabungan TNI dan Polri, terhadap tiga perempuan, di kontrakan mahasiswa asal Kabupaten Nduga di Jakarta pada hari yang sama. Penangkapan keempat menyasar pada Surya Anta.
"Sabtu, 31 Agustus 2019 sekitar pukul 20.30 Surya Anta ditangkap oleh dua orang polisi yang berpakaian preman di Plaza Indonesia. Ia kemudian dibawa ke Polda Metro Jaya. Saat penangkapan, polisi menjelaskan pasal yang disangkakan adalah makar terkait Papua," kata Nelson.
Nelson bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi berharap kejadian serupa tidak terulang lagi. Harusnya, kata dia, penangkapan tidak dilakukan sewenang-wenang dan digantikan dengan dialog berkelanjutan agar konflik di Papua berakhir damai.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi juga menuntut agar aparat keamanan, khususnya kepolisian, bertindak profesional dan mengedepankan prinsip-prinsip HAM. Sebab mereka mengkhawatirkan upaya berlebihan tersebut dapat memperkeruh keadaan di Papua sekarang ini.