DPRD Provinsi Bali Fasilitasi 7 Tuntutan Mahasiswa, Baru Permulaan

Denpasar, IDN Times - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali sementara, Adi Wiyatama, akhirnya menemui dan bersedia membubuhkan tanda tangannya di lembar tuntutan mahasiswa, pada Senin (30/9) pukul 16.46 Wita, di lobi depan kantor DPRD Provinsi Bali.
Tindakan tersebut dilakukannya usai mahasiswa dan masyarakat yang tergabung dalam aksi #BaliTidakDiam menungguinya selama satu jam. Setelah sebelumnya politikus dari partai PDIP ini disebut-sebut menemui tamunya di Baturiti Tabanan, sehingga tidak bisa menemui para demonstran Senin siang.
Kondisi sempat alot karena demonstran menolak perwakilan DPRD Provinsi Bali yang membubuhkan stempel atau tanda tangan di atas materai Rp6000. Mereka kekeuh menunggu Adi yang rupanya mengaku sedang menjalani terapi sakit yang sempat dideritanya.

Usai kembali mendatangi kantor DPRD Provinsi Bali pukul 16.42 wita, Adi Wiyatama yang akan segera dilantik pada Selasa (1/10) tersebut, mengaku akan menindaklanjuti aspirasi yang diajukan masyarakat tersebut. Lantaran tuntutan yang mahasiswa ajukan tersebut tidak jauh berbeda.
"Tadi kan ada aspirasi masyarakat, ini dari lembaga wajib hukumnya menindak lanjuti aspirasi masyarakat. Siapapun dia kami tindak lanjuti dengan aturan yang berlaku," jelasnya.
Pihaknya menganggap hal ini biasa saja sehingga hanya perlu bersurat, bukan diantar langsung ke Jakarta. Bahkan lima undang-undang yang dituntut disebutnya sudah dibatalkan. Sedangkan untuk UU KPK dalam masa Uji Materi.
"Hari ini malah itu. Sedang dikaji malahan. Yang penting kami juga tidak setuju kalau ada produk undang-undang yang melemahkan KPK. Saya ndak setuju. Kalau yang memperkuat kami pasti setuju," jelasnya.
Seperti apa perjuangan mahasiswa untuk bertemu pimpinan wakil rakyat Bali tersebut? Berikut pengamatan IDN Times.
1. Mahasiswa kekeuh tak mau dijamu di wantilan

Usai massa dipersilakan masuk ke kantor wakil rakyat tersebut. Mereka dengan tegas menolak dijamu di wantilan. Nego alot pun sempat terjadi, hingga akhirnya perwakilan DPRD Provinsi Bali luluh memilih mengikuti kehendak massa.

Mereka lalu berorasi di depan lobi sejak pukul 14.29 wita, dan berakhir dengan ditandatanginya lembar tuntutan yang berisi tujuh poin di antaranya:
- Menolak RKUHP, RUU Pertambangan Minerba, RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan; Mendesak Pembatalan UU KPK dan UU SDA; Mendesak disahkannya RUU PKS dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
- Batalkan pimpinan KPK bermasalah pilihan DPR
- Tolak TNI & Polri menempati jabatan sipil
- Stop militerisme di Papua dan daerah Iain, Bebaskan tahanan politik Papua segera
- Hentikan kriminalisasi aktivis
- Hentikan pembakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera yang dilakukan oleh korporasi, dan pidanakan korporasi pembakar hutan, serta cabut izinnya
- Tuntaskan pelanggaran HAM dan adili penjahat HAM, termasuk yang duduk di lingkaran kekuasaan; dan pulihkan hak-hak korban segera.
"Keinginan kami tetap ingin bertemu walau dibendung nggak boleh masuk. Tetap kami ingin menunggu sampai DPRD tanda tangan. Intinya kami meminta jawaban dari DPRD hari ini," jelas Humas Aksi Bali Tidak Diam, Made Aristya Kerta Setiawan.
2. Menolak perwakilan DPRD Provinsi Bali dan lebih menunggu Ketua DPRD Provinsi Bali Adi Wiyatama

Usai melakukan orasinya dengan disaksikan para politikus yang menjadi wakil rakyat, para mahasiswa yang demo terus meneriakkan dan memilih menunggu Adi Wiyatama.
Dua kali, perwakilan yang ditunjuk untuk meladeni aksi mahasiswa tersebut gagal. Bahkan upaya menelepon Adi di depan para mahasiswa ini juga gagal.

Para wakil rakyat ini lalu beralasan bahwa Adi sedang menemui tamunya ke luar daerah. Tak berhasil membujuk, mereka beralasan sedang berada di Baturiti, Tabanan. Hingga akhirnya Adi hadir kembali di kantornya, dan memaparkan bahwa dirinya sedang menjalani terapi.
"Karena adik-adik itu, masyarakat kita itu terlambat. Semula saya dengan pukul 10.00, akhirnya berubah menjadi pukul 12.00. Pukul 12.00 sampai saya di sini pukul 13.30 saya masih di sini. Karena saya mendapat jadwal terapi tadi, pakai mesin itu akhirnya saya terapi," jelas Adi.
3. Dari perwakilan jurnalis, Papua hingga LBH turut orasi

Mereka tak sendirian. Para jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI), perwakilan mahasiswa Papua dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) juga turut bersuara lantang di depan wakil rakyat. Mereka kompak menolak dibungkam. Aksi tersebut kemudian bubar pukul 16.48 Wita.