Dari penjelasan di atas, Aryani berharap orangtua mau introspeksi diri agar melakukan fungsinya dengan baik. Apalagi saat ini sudah memasuki era millennial.
"Karena itu, mari kita sebagai orang dewasa introspeksi diri, sudahkah melakukan fungsi pengasuhan dengan baik. Sudahkah membekali diri dengan pengetahuan, wawasan dan keterampilan pengasuhan dengan memadai di era millennial ini," ujarnya.
"Masalahnya bukan pada jenis filmnya kartun atau sinetron. Yang terpenting untuk anak, yang ramah anak. Tidak ada unsur kekerasan bullying, pornografi atau hal lain yang belum layak ditonton anak," imbuh Aryani.
Lalu bagaimana jika anak-anak menonton sinetron yang ada adegan tawuran, kenakalan atau percintaan? Menurut Aryani, apapun adegan yang disajikan dalam sinetron, orangtua perlu menjelaskannya pada anak secara jelas.
"Tawuran itu terjadi karena konflik sosial, kenakalan itu terjadi karena kurangnya perhatian dan kasih saya orangtua pada anak atau perpecahan keluarga, dengan percintaan itu adalah proses pengenalan karakter anak laki dengan perempuan untuk belajar tumbuh dewasa tetapi bukan untuk melakukan adegan dewasa," katanya.
Dengan penjelasan-penjelasan seperti itu, anak-anak telah dibekali oleh pengetahuan secara kognitif untuk menjalani hidupnya kelak.
"Dengan begitu, anak menjadi terbekali pengetahuan kognitif, dan sikap (Afektif) dan termasuk nantinya tindakan (Psikomotorik) dalam menjalani kehidupannya. Dampak menerima, menyerap, melakukan dengan meniru adegan kekerasan itu baru akan terjadi jika anak lepas dari penanaman nilai-nilai luhur dan kering akan kasih sayang dan perhatian orangtua plus keluarga yang terpecah," tutup Aryani.